FACING THE GIANT, bercerita tentang pengalaman seorang pelatih
football sebuah SMU (High School). Selama 6 tahun melatih tim
football-nya, tim asuhannya selalu gagal, dan belum sekalipun berhasil
menjuarai pertandingan apapun. Kegagalan yang dialaminya makin
disempurnakan oleh kenyataan yang dihadapinya dalam kehidupannya. Dia
telah menikah beberapa tahun, namun belum bisa memiliki rumah yang
layak, mobil yang layak bagi dia dan istrinya, serta tidak bisa
memberikan keturunan bagi istrinya karena didiagnosa tidak subur oleh
dokter. Istrinya sangat menginginkan kehadiran bayi dalam pernikahan
mereka. Berkali-kali istrinya melakukan chek-up kehamilan ke Rumah
sakit, namun hasilnya selalu “negatif” dan mengecewakan. Para perawat di
Rumah sakit yang sudah sangat mengenal istrinya sampai meledek istrinya
itu karena obsesinya untuk segera memiliki anak. Bukan sampai di situ
saja, suatu ketika dia harus mendengar dengan telinganya sendiri
pembicaraan para pengurus Yayasan di sekolah tempatnya bekerja, bahwa
dirinya akan diberhentikan sebagai pelatih karena dianggap selalu
gagal. Sang Pelatih menjadi sangat kecewa, dan frustrasi. Hubungan dan
komunikasinya dengan sang istri juga memburuk. Dia kemudian menghukum
dan mempersalahkan dirinya sendiri atas semua kegagalan beruntun yang
dihadapinya dalam hidupnya. Memang, sungguh sangat berat situasi yang
dialami oleh pelatih football ini. Meski sebenarnya dia telah berjuang
dan berusaha sebaik-baiknya dengan segala kemampuannya untuk melatih
Timnya, namun hasilnya masih selalu jauh dari yang diharapkan bahkan
lebih sering sangat mengecewakan hatinya.
Dalam rasa frustrasi yang dalam dia mengurung diri di rumah dan
menghabiskan waktu dari hari-harinya dengan membaca dan membaca. Sering
dia bahkan tidak bisa tidur atau terbangun tengah malam dan mulai
membaca, Sampai akhirnya tertidur karena kelelahan. Buku yang dibacanya
adalah HOLY BIBLE. Dari pembacaan Alkitab dia mengingat Tuhan, Allah
yang luar biasa, Gembala yang baik yang berkuasa. Dia kemudian menemukan
bahwa tujuan utama dalam hidup bukanlah target atau hasil yang bisa
dicapai, tetapi bagaimana melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya sebagai suatu Ibadah yang berkenan kepada Tuhan. Paradigma dan pandangan hidupnya berubah secara drastis, bukan lagi ‘target oriented’ melainkan menjadi ‘process
oriented’. Hari-harinya berubah. Dia menjadi lebih banyak berdoa dan
berseru kepadaNYA. Dia menyerahkan segenap masalah dan pergumulannya dan
mempertaruhkan hidupnya kepada Tuhan. Dan dengan Paradigma yang baru
dia meminta agar pihak sekolah memberinya sekali lagi kesempatan melatih
Tim. Pada awalnya pihak sekolah keberatan, namun akhirnya diputuskan
untuk memberikan kesempatan terakhir. Dan dengan paradigma yang baru
pula sang pelatih melakukan pendekatan kepada tim asuhannya. Dia
menjelaskan bahwa untuk segala hal yang utama bukan hasil, melainkan
bagaimana cara yang dilakukan. Pada awalnya anggota Tim kebingungan,
namun akhirnya mereka menikmati suasana latihan yang selalu diawali
dengan doa. Mereka berlatih untuk menghadapi “TIM GIANT” yang sesuai
dengan namanya terdiri dari orang yang besar-besar. Tim ini terkenal
sangat tangguh dan sangat jarang terkalahkan. Melihat kesenjangan yang
ada anggota Tim agak kecut. Tim football SMU ini melihat TIM GIANT, saingannya sebagai sesuatu yang menakutkan. Namun sang pelatih
membangkitkan rasa percaya diri timnya dengan semboyan: “Apa pun juga
yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan
dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23). Dengan prinsip inilah pada
akhirnya Tim football sekolah berhasil mengalahkan Tim Giant, walau
dengan pertandingan yang alot dan perjuangan yang keras. Salah seorang
anggota Tim adalah putra pemimpin Yayasan Sekolah. Hubungannya dengan
ayahnya sudah sejak lama tidak harmonis. Sang pelatih berhasil membantu
memulihkan hubungan ayah-anak itu menjadi sangat harmonis – tentunya
dengan paradigma yang berbeda, berdasarkan Firman Tuhan. Sebagai
gantinya, dengan diam-diam pemimpin Yayasan Sekolah itu mengganti Mobil lama sang pelatih dengan mobil baru. Sementara itu istri sang pelatih
yang untuk kesekian kalinya melakukan Chek-up kehamilan harus kecewa
karena hasil test menyatakan dirinya belum hamil juga. Tepat di hari
kemenangan Tim yang untuk pertema kalinya dalam kurun waktu 6 tahun
berhasil menjadi juara menerima konfirmasi dari pihak Rumah sakit bahwa
hasil “negatif” test kehamilan yang diterimanya sebagai sebuah kesalahan
karena tertukar dengan pasien lain. Ketabahan istri dan kedekatan sang
pelatih kepada Tuhan mengubah jalan hidupnya. Kisah hidup pasangan dalam
film berakhir bahagia: karirnya sebagai pelatih akhirnya berhasil,
mereka memiliki mobil yang bagus, rumah yang layak dan akan segera
menimang anak yang sangat didambakan.
teman banyak hal yang kita inginkan didunia ni tapi kerap kali kita melupakan sesuatu yang sangat penting, mungkin kita terlaru terorintasi kepada tujuan kita sampai-sampai kita lupa sama Tuhan, alhasil kegagalan sering kali mengunjungi kita. Teman dalam kondisi sesulit dan situasi apapun ita gak boleh yang namanya lupa sama Tuhan, inget Tuhan gak bakalan pernah ninggalin kita, Dia melihat kita kok. memang terkadang Ia memberikan ujian yang sangat berat buat kita, karna Dia mau liat seberapa kuatkah Iman kita, seberapa tekunkah kita kepadaNYA. dan ketika Ia melihat ketekunan kita, kita mau kembali kepadaNYA, yakin dan percaya Dia bakalan langsung mengulurkan tanganNYA untuk menopang kita. teman rencana Tuhan itu selalu indah pada waktuNYA dan pertolongan serta berkatNYA selalu datang tepat waktu.
No comments:
Post a Comment